Setelah sekian purnama
tidak berjumpa, kau datang lagi ke rumah dengan secarik kertas ditanganmu.
Namamu dan perempuanmu tertulis jelas di sana. Aku langsung bisa menebak,
sebuah undangan pernikahanmu. Sebenarnya aku sudah mendengar kabar kau telah
menikahi perempuanmu, tapi tetap saja aku kaget mengetahui kau langsung datang
ke rumah untuk mengantarkan undanganmu sendiri kepadaku.
Aku melihat kau mematung
di depan pintu dengan pandangan kosong ke ujung kakimu. Aku melangkahkan kaki
memperpendek jarak diantara kita dengan melemparkan senyum termanis yang
kupunya tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun. Dengan gelagat tubuhmu yang
begitu canggung kau terlihat diam sejenak, kau hanya memandangku tanpa kata,
tanpa senyum selama beberapa saat. Mungkin kau bingung bagaimana
menyampaikannya kepadaku. Lalu kau menyodorkan undangan dengan senyum yang
begitu kaku dan masih dengan mulut yang membisu.
“selamat yaa,” dengan
senyum dan nada yang riang aku menyambut undanganmu. Hanya kata ini yang mampu
keluar dari mulutku.
“iya makasih” lagi-lagi
kita terjebak dalam hening.
“aku sudah menikah....
dan ini undangan tasyakuran pernikahanku, nanti datang ya” pintamu
“tidak janji yaa”
kataku
---
Akh, akhirnya kau
menikah terlebih dahulu dibanding diriku. Akhirnya kau menjadi lelaki yang
tidak lagi peragu. Dengan ini, aku resmi berhenti menjadi halte pemberhentianmu
lagi bukan?
Kau ingat? sejak dulu
aku selalu sendiri tanpa menjalin hubungan dengan siapapun. Di saat kau bolak balik
menjalin hubungan dengan banyak perempuan. Ketika kau sedang menjalin hubungan
dengan perempuan lain, kau akan melupakanku tapi ketika kau selesai dengan perempuan
itu kau kembali padaku. 8 tahun, waktu yang cukup lama dijadikan halte
pemberhentian. Asal kau tahu...
Kau tahu kenapa kita
tak menyatu? Sebab kau peragu, sedang aku harus begitu teryakinkan. Atau sebenarnya
kita terlalu takut dengan kemungkinan harus kehilangan sepenuhnya jika kita
memilih egois untuk bersatu saat itu. Seperti, jika saat itu kita memilih
menyatu dan berakhir bertengkar lalu kita putus, kita tidak siap untuk menjadi
asing satu dengan lain, sebab itu kita memilih menjadi dua manusia yang peragu.
Entahlah~
Apapun hubungan kita
saat itu, aku tak peduli. Saat ini, Aku turut berbahagia atas mengenapnya
dirimu. Ini sungguh, bukan bualan. Semoga kau lebih sering dipeluk kebahagiaan dan
ketenangan dibanding kepedihan, dikuatkan dalam segala ujian pernikahan. Menjadi
sepasang yang tidak hanya di dunia tapi juga di surga. Semoga mendapat peran
bapak diwaktu yang tepat yaa. Cepat atau lama semoga tidak mengurangi
kebahagiaan keluarga kecilmu. Kan kau paham, Tuhan akan memberi ketika kita
telah siapp untuk memilikinya dan diwaktu yang tepat pula. Jadi tidak ada yang
namanya terlambat, jangan terlalu sering mengukur dirimu dengan jam tangan
orang lain.
Sekali lagi, selamat
atas pernikahanmu dan maaf aku tidak bisa hadir tapi aku ikut merayakan dengan
doa paling riuh saat itu.
Dari Temanmu yang bernama Indah Puji Lestari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar