Hai, apa kabar?. Aku
tebak, pasti kau akan menjawab “kabarku baik”. Apa kau tahu? Kadang, Kau boleh
menjawab selain “kabarku baik-baik saja”. kau boleh mengerutu, kau boleh
mengeluh, kau boleh meminta tolong, kau bebas mengatakan “hatiku hancur,
kepercayaan diriku jatuh, tidurku berantakan, semuanya terasa melelahkan, aku
sedang kesulitan. Jadi bisakah kau pinjamkan tanganmu untuk mengelus kepalaku
dan mengatakan bahwa aku telah melakukan yang terbaik? ”
Bagaimana? Apa kau siap
berbagi kegelisahanmu denganku? Jika kau masih ragu, biarkan aku yang memulai
terlebih dahulu. Ini tentang Agustus yang berakhir dengan menitipkan setumpuk
tanggungjawab yang bertengker dipundak. Membuat kakiku gemetar hebat dengan segenggam
antusias. Akhir Agustus hingga pertengahan September, tepat selama 14 hari, aku
mengambil alih roda ekonomi keluarga, merawat rumah dan mengurus diri
sendiri beserta 2 manusia yang belum dewasa.
Tanggal 28 Agustus
Alhamdulillah orangtuaku melaksanakan ibadah Umroh, awalnya mereka ingin
membawaku, saat itu aku kegirangan menyambut kabar baik ini. Tapi kakak
pertamaku protes terhadap kabar yang ia dapat. Ia bilang ia pun harus ikut jika
aku ikut. Karena gagal membujuk kakakku untuk merelakan hanya aku yang ikut,
orangtuaku menjadi membujuk diriku agar memahami batalnya kepergianku. Sedih,
kecewa, amarah sempat memelukku begitu erat. Tapi, entah bagaimana hatiku
mendadak luluh dan tenang.
Gagalnya kepergianku,
bapak dan ibuku menitipkan toko sembako dan kontrakan kepadaku, maklum aku
ditinggal ketika akhir bulan, itu artinya aku menghadapi awal bulan seorang
sendiri. Menerima uang kontrakan dan juga membuka toko sembako di awal bulan
akan banyak menerima pemasukan dari para langganan yang melakukan bon di toko.
Awalnya aku sempat ragu, apa aku bisa memutar uang di toko saat orangtuaku
pergi. Memang benar sejak SD aku sudah bergelut di toko, tapi hanya sebatas
membantu pelayanan dan penataan barang, tidak ikut campur dalam pengadaan dan
pemutaran uang. Kau tahu? entah bagaimana aku sedikit antusias dengan
tanggungjawab yang dititipkan meski kakiku gemetaran.
Aku tidak hanya
mengurusi toko, tapi juga rumah dan makhluk yang hidup di rumahku. Menyiapkan
makan, membersihkan rumah, menyelesaikan pekerjaan rumah. Seperti sedang
berperan menjadi seorang ibu yang memiliki 2 anak lelaki remaja. Ternyata tidak
mudah berperan menjadi ibu rumahtangga sekaligus seorang pekerja. Beruntung
adek-adekku sudah remaja, aku tidak bisa membayangkan betapa riwehnya jika
mereka masih anak-anak. Dengan ini aku mengerti, kenapa jika ibu menyuruh kita,
kita tidak boleh menolak bahkan menghembuskan nafas berat pun dilarang. Karena memang
tidak mudah menjadi seorang ibu.
Kau tahu? Lucunya
selama dua minggu aku jarang mengalami insomnia. Kurasa tubuhku sudah terlalu
lelah untuk banyak berpikir. Selama dua minggu tubuhku dan kepalaku dilumat
habis oleh kelelahan, meski begitu aku rasa aku menikmatinya. Sangat.
Di toko dan bertemu
banyak orang dengan karakter yang beragam membuatku mengantongi berbagai cerita
menyebalkan, menyenangkan, pun mengagumkan. Membuatku banyak belajar dan
melatih kesabaranku dan ketenanganku dalam berinteraksi dengan orang. Dua
minggu berlalu dengan cepat.
Semoga dengan ini, aku banyak
menyadari segala juang orangtua dalam kehidupanku. lebih menghormati dan banyak
bakti kepada mereka. Meski saat ini baktiku belum seberapa, semoga Tuhan masih
memberikan banyak kesempatan untukku memaksimalkan peran sebagai seorang anak. Pak,
Bu terimakasih sudah menjadi orangtuaku yang begitu baik. Sangat baik. Maaf jika
aku terlambat menyadari bahwa ibu&bapak juga manusia biasa yang memiliki
luka masalalunya. Yang tumbuh dengan hal-hal yang tidak ku ketahui. Maaf sempat
menyalahkan ibu&bapak atas luka dan ketidakpercayaan yang kupunya. Padahal akunya
saja yang tidak dapat meregulasi emosi
diri dengan baik.
Seharusnya aku paham
lebih awal, meski kadang berselisih paham sebab berbeda pendapat, ibu&bapak
hanya ingin aku bahagia. Dari dulu, hidupku tumbuh dengan mudah berkat fasilitas,
doa, dan kerja keras ibu&bapak dalam membuat anaknya bahagia. Ibu bapak
begitu hebat menjalani peran sebagai orangtua. Tapi anakmu ini, masih belum
cukup baik berperan sebagai anak.
Bapak yang tidak
menuntut apapun dariku, bapak hanya meminta untuk selalu menegakkan sholat dan
membaca alquran. Ibu pun tidak
menuntutku apapun selain aku tumbuh dengan sehat dan menjaga adap.
Aku percaya hidupku
baik-baik saja, sebab doa yang kalian langitkan. Meski terlambat, meski baktiku
belum seberapa tapi aku usahakan tumbuh seperti nama pemberian ibu dan bapak. Tumbuh
menjadi anak yang kehadiran meneduhkan mata dan jiwa dimanapun, dengan
siapapun, kapanpun dan selama apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar