Aku yang pernah kau
pandang ada. Yang dulu kau tinggalkan dengan alasan yang cukup menggelikan. Hingga
kini tak mampu menanggalkan perasaanku. Ternyata butuh waktu sedikit lebih lama
untuk bisa ada di titik ‘menerima kisah yang dipaksa usai’. Dan ketika tinggal
langkah terakhir untuk sampai di titik itu. Lagi-lagi kau datang menanyakan
kabar dengan menghidupkan kemungkinan-kemungkinan yang telah ku lipat rapi.
Kau yang datang
kepadaku begitu manis. Membawakan tiket perjalanan yang tak kalah romantis. Memberiku
oleh-oleh sebungkus rindu penuh. Ternyata begitu anarkis. Tanpa aba-aba atau pun
pamit, kau kembali menghilang.
Lalu kini, pada akun instagrammu
ternyata kau tak lagi sendiri. Lantas kemarin itu apa? Kenapa kau menggenggam
tanganku? Kenapa kau selalu menemani ku mengobrol tiap malam hingga menjelang
pagi? Menyanyikan lagu-lagu yang begitu manis. Seolah-olah kau sedang
meyakinkan ku untuk kembali menerimamu.
Terhadapmu, lagi-lagi
tangisku pecah. Ada resah dan cemburu yang memburu tak tau malu, menjadi pilu
yang terus menikam tak kenal ampun. Pada akhirnya aku kembali menyesalkan kebodohan
diri untuk mempercayaimu lagi. ”Aku ini kenapa? Kenapa terhadapmu aku gampang
sekali luluh?”.
Benar, Seharusnya aku
tidak menyambutmu waktu itu. Seharusnya aku paham bahwa mencintaimu adalah
patah hati yang pasti. Dan seharusnya aku tidak berfikir “Tidak apa-apa
menerimamu sekali lagi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar