Seharusnya, aku tidak
berprasangka baik terhadapnya.
Seharusnya, aku lebih
percaya nalar dibanding kata hatiku.
Seharusnya, aku tidak
menyambutnya terlalu hangat kala itu.
Sekarang, aku mulai
membenci kata seharusnya.
Berprasangka baik
terhadapnya. Aku selalu keliru. Sialnya selama ini aku jatuh cinta sendirian. Lelaki
yang ku hormati itu, tak pernah memandang ku sebagai perempuan. Beberapa hal
semakin saya tahu, semakin saya tidak bahagia. Menemukan kabar bahwa dia sedang
menjaga kepercayaan dengan perempuan lain- misalnya.
Benar, ini hanya
perihal waktu. Tapi seberapa keras aku merajut kemungkinan-kemungkinan tentang
kita. Muaranya tetap sama. Pada akhirnya memang bukan aku pilihannya. Pada akhirnya
aku harus kembali belajar mengatur ritme. Pada akhirnya aku harus mengaku
kalah.
Kini aku sedang sibuk
membujuk Tuhan, agar segala tentangnya tak lagi terlibat. Baik tawa maupun tangisku.
Sebab, dia yang ku kira kebahagiaan, nyatanya adalah luka yang sebenarnya. Dia yang
kuanggap rumah paling nyaman, nyatanya adalah tempat tidak aman.
Aku hanya ingin pulih
dengan baik. Mengakui bahwa ceritaku dengannya memang telah usai. Sebab menemukan
aku yang jatuh cinta sendirian rasanya begitu menyedihkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar