Langsung ke konten utama

Murahnya Harga Bahagia


Pangeran tak selalu berkuda, Tuan putri tak selalu mengenakan mahkota. Kebahagiaan tak melulu tentang tahta dan tempat mewah. Barangkali, kebahagiaan terselip pada tumpukan kardus yang ada digubuk yang sebenarnya tak layak disebut rumah. Barangkali, kebahagiaan tertinggal di atas meja kayu yang usang. Tentang sesuap nasi dengan lauk sederhana sisa semalam . Tentang tangan wanita paruhbaya, yang menyuapi anaknya yang merengek karna kelaparan.

Malam semakin pekat, suara isak kembali menguar. Kini bukan isak tangis seorang anak. Tapi seorang ibu sekaligus menjabat kepala rumah tangga. Ditatapnya lekat-lekat paras anak semata wayangnya yang terlelap begitu tenang. Hatinya begitu senang melihat anaknya tertidur dengan perut kenyang, walau dirinya terpontang-pontang menahan lapar. Berharap perut laparnya bisa ditenangkan dengan meneguk air.

Sebelum matahari terbit, setiap pukul tiga dini hari. Lasmi , ibu dari satu anak itu sudah berada di atas sajadahnya. Ia berdoa memohon kepada Allah SWT, agar dikabulkan keinginannya yang begitu sederhana, mendapat rezeki agar cukup membeli beras dan lauk seadanya. Yang terpenting dia hari ini bisa memberi makan anaknya, begitu pula untuk dirinya.  

Setelah merampungkan ibadah subuh, digendongnya anak yang masih terlelap, lalu keluar membangunkan matahari. Ia berjalan, lalu berhenti, dan berjalan, dan behenti, lalu sedikit berlari ketika melihat tumpukan sampah di seberang jalan. matanya berbinar, seakan melihat tumpukan emas yang dibuang secara percuma. Dipungutnyalah kaleng, botol bekas atau sesuatu yang layak untuk dijual di pengepul langganannya.  

Setelah bergulat dengan terik matahari, ia melangkahkan kaki dari tempat pengepul, disakukannya sebongkah uang yang ia terima dari penjualan barang rongsokan yang ia cari. Senyumnya tersungging, mengetahui uangnya lebih dari cukup untuk membeli beras dan lauk pauk. Dibelikannya susu dari uang sisa pembelanjaannya. 

Senja begitu merah merona dengan apiknya, tak berselang lama, gelap mulai menyergap. Hatinya begitu senang dan tenang. Ia dan anak semata wayangnya akan tidur dengan perut kenyang. 

-Indah Puji Lestari-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk El yang Berumur 24 Tahun

Banyak tulisan yang aku buat untuk orang lain, tapi aku lupa membuat surat untuk diriku sendiri. Jadi surat ini aku peruntukan untuk diriku sendiri yang sedang menjalani usia 24 tahunnya. Hai El, apa kabar? Sedang tidak baik-baik saja kan? tidak apa~ hidup memang seperti ini. Kan malah aneh kalo hidup selalu baik-baik saja. nanti malah kamu nggak bisa bersyukur. Nanti kamu nggak tahu nikmatnya ngeliatin langit ketika hari lagi capek-capeknya. Beberapa tahun terakhir banyak hal-hal menyebalkan yang menganggu pikiran kan? banyak kejutan-kejutan yang terjadi, yang seringkali bikin tidur tidak nyenyakkan?. Tidak apa~ kan kamu pandai berprasangka baik, percaya saja, Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang bakal bikin kamu senyum-senyum pada akhirnya. Sekarang umur 24 tahun, bagaimana rasanya berada di umur yang sudah dianggap dewasa? Susah ya? Capek ya? Berat ya?. Apalagi ngeliat teman-teman seumuran udah pada kerja, udah bisa ngasih duit ke orang tua, jajanin adek dan ponakan pakai du

Apa Malam Sudah Semakin Larut?

  Hai, apakah kau dari luar? Apakah di luar langit sudah gelap? Kurasa malam sudah semakin larut, aku mulai hanyut dalam takut sebab pikiranku semakin kalut. Aku sudah tahu kau akan datang. Kemarilah, kau boleh duduk sejenak di sini. Tapi kurasa kali ini tidak akan nyaman, aku membawa kabar kurang menyenangkan. Bajumu sedikit basah, kurasa gerimis sudah datang. Bukankah rasanya sudah seperti November akan berakhir? Hujan seringkali tiba tanpa aba-aba. Kau tahu? Aku menyukainya, suasana bulan hujan, aku suka. Mungkin sebab aku lahir di bulan hujan. Entahlah~ Tapi satu yang membuatku tidak suka bulan hujan, aku selalu merasa khawatir jika orang yang kusayangi melakukan perjalanan dan berkendara di saat hujan. Kuharap kau selalu hati-hati ketika berkendara, kurangi kecepatanmu dan jangan bermain ponsel ketika berkendara, dan semoga kau selalu dalam penjagaan Tuhan.   Aku tidak menghidangkan kopi karena cerita kali ini akan terasa pahit. Secangkir teh hangat tawar untukmu, tentu dengan