Langsung ke konten utama

Untuk Lelaki Yang Pernah Kusebut An.


Surat manis pertama di hari kamis.
Untuk lelaki yang pernah kusebut An.

Halo, apa kabar?
Maaf jika surat ini terlalu kaku.
Sudah lama aku ingin menulis surat untukmu, tapi aku tidak tau bagaimana caranya untuk menulis surat.

Tidak terasa bulan April akan berakhir. Tapi An, sepertinya pandemi corona ini belum terlihat akan berakhir. Setelah pandemi  corona ini berakhir dan jika kau bersedia, mari bertemu di kedai kopi. Kali ini biar aku yang bayar. An, aku tidak menerima penolakan dalam bentuk apapun. Dihadapanmu nanti, Aku berencana akan mendeklarasikan bahwa terhadapmu, perasaanku telah mati. Bagaimana menurutmu? Apa kau akan menyesal telah kehilangan perempuan yang menyukaimu, barangkali. Tapi aku tidak berharap banyak bahwa kau akan menyesal. Sebenarnya aku menyimpan Kekhawatiranku Pada akhir pertemuan ini, seperti bagaimana jika hatiku kembali goyah. Apa kau akan bertanggungjawab? Seperti menikahiku mungkin, haha. Kurasa ini terlalu berlebihan.

An. Terima kasih telah tumbuh dengan baik. Maaf jika sering membuat telingamu berdegung akibat  membicarakanmu dipuisiku. Apa kau paham beberapa diantaranya memang untukmu? Meski menyebutmu bedebah, sungguh aku hanya bercanda.

Bagaimana di rumah? Apa kau rindu kota perantauanmu?. Anehnya aku tidak merindukan Semarang An. Aku tidak merindukan kost, aku juga tidak merindukan kampus. Satu-satu nya yang menyenangkan dari semarang hanya disana banyak kedai kopi, dan tempat tinggalku dekat dengan Gramedia, tentu segelintir teman. Hanya itu. Hanya itu saja. Kurasa aku harus membuat banyak kenangan lagi di Semarang. Agar aku bisa merindukannya. Bagaimana menurutmu?

An, terima kasih telah menawarkan perjalanan meski selalu kutolak. Sebab kata Bapak, tidak baik pergi ke tempat asing serta terlalu jauh dengan seorang lelaki yang bukan siapa-siapa. Kau paham kekhawatiran seorang bapak terhadap anak perempuannya, bukan?

Jika kau menemukan dan membaca surat ini, barangkali. Segera kabari aku jika kau memiliki waktu luang, mari pergi ke kedai kopi. Meski perasaanku telah  padam, kau harus paham bahwa aku tak benar-benar hilang. Aku hanya berganti peran. 

Kurasa aku harus menutup surat ini, aku tidak tahu harus menulis apalagi. Jangan lupa banyak minum air putih, An. Terima kasih telah mengingatkanku untuk jatuh cinta. dan selamat berpuasa.

Dari Perempuan yang jatuh cinta kepada Puisi

E L

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk El yang Berumur 24 Tahun

Banyak tulisan yang aku buat untuk orang lain, tapi aku lupa membuat surat untuk diriku sendiri. Jadi surat ini aku peruntukan untuk diriku sendiri yang sedang menjalani usia 24 tahunnya. Hai El, apa kabar? Sedang tidak baik-baik saja kan? tidak apa~ hidup memang seperti ini. Kan malah aneh kalo hidup selalu baik-baik saja. nanti malah kamu nggak bisa bersyukur. Nanti kamu nggak tahu nikmatnya ngeliatin langit ketika hari lagi capek-capeknya. Beberapa tahun terakhir banyak hal-hal menyebalkan yang menganggu pikiran kan? banyak kejutan-kejutan yang terjadi, yang seringkali bikin tidur tidak nyenyakkan?. Tidak apa~ kan kamu pandai berprasangka baik, percaya saja, Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang bakal bikin kamu senyum-senyum pada akhirnya. Sekarang umur 24 tahun, bagaimana rasanya berada di umur yang sudah dianggap dewasa? Susah ya? Capek ya? Berat ya?. Apalagi ngeliat teman-teman seumuran udah pada kerja, udah bisa ngasih duit ke orang tua, jajanin adek dan ponakan pakai du

Apa Malam Sudah Semakin Larut?

  Hai, apakah kau dari luar? Apakah di luar langit sudah gelap? Kurasa malam sudah semakin larut, aku mulai hanyut dalam takut sebab pikiranku semakin kalut. Aku sudah tahu kau akan datang. Kemarilah, kau boleh duduk sejenak di sini. Tapi kurasa kali ini tidak akan nyaman, aku membawa kabar kurang menyenangkan. Bajumu sedikit basah, kurasa gerimis sudah datang. Bukankah rasanya sudah seperti November akan berakhir? Hujan seringkali tiba tanpa aba-aba. Kau tahu? Aku menyukainya, suasana bulan hujan, aku suka. Mungkin sebab aku lahir di bulan hujan. Entahlah~ Tapi satu yang membuatku tidak suka bulan hujan, aku selalu merasa khawatir jika orang yang kusayangi melakukan perjalanan dan berkendara di saat hujan. Kuharap kau selalu hati-hati ketika berkendara, kurangi kecepatanmu dan jangan bermain ponsel ketika berkendara, dan semoga kau selalu dalam penjagaan Tuhan.   Aku tidak menghidangkan kopi karena cerita kali ini akan terasa pahit. Secangkir teh hangat tawar untukmu, tentu dengan