Langsung ke konten utama

Pasar Malam

 

Jika kau pasar malam. Maka aku adalah bocah yang rela bolak - balik dan mengantri demi mendapatkan tiket agar bisa kembali naik. lagi, lagi dan lagi.

Pasar malam bagiku sebuah tempat untuk mengelabui penat. Sebuah pintu untuk kembali menjadi bocah. Pada gulali, ombak banyu dan bianglala, serta lampu-lampu yang meriah. Seorang bocah dalam diriku berhasil kembali nyala. Ia tertawa riang, matanya berbinar-binar, berlari ke sana kemari, tak menemukan lelah, sebab ia hanya kenal bahagia.

Semenjak kedatangan ku di pasar malam pada hari itu, ketika tangan kananku memegang gulali, sedang tangan kiriku kau genggam dengan begitu hangat. Pipiku menyala lebih terang dari lampu-lampu malam itu, dan bibirku tak henti-hentinya merekah seperti mulut yang baru saja kemasukan gulali. Begitu manis. Dan debar jantungku seperti ombak banyu yang berputar begitu cepat dan tak henti-hentinya membuatku ingin meloncat keluar. Sedang kepalaku, begitu ramai seperti suasana malam itu.

Saat perjalanan pulang kau memberiku sebuah kotak. "Coba buka" pintamu dan aku hanya menurut membuka kotak yang kau sodorkan. "Tidak ada apapun, kosong?" Tanyaku kebingungan, mencoba menatapmu untuk mencari jawaban tapi tidak kutemukan. "Mungkin saat ini kamu tidak bisa melihatnya, tapi nanti kamu akan bisa melihatnya bahkan merasakan perasaan hari ini. Sebab Aku telah meletakkan pasar malam, jiwa bocah mu beserta gulali, permen kapas dan perasaan hangat di dalam kotak ini. Kamu akan menyebutnya kenangan manis".

Benar saja katamu malam itu.  Sekarang Setiap kali aku membuka kotak. Setiap detik malam itu kembali berputar di ingatan. Bagaimana rasa hangatnya saat jemari kita menyatu, saat tatapmu membuat diam riuhnya pasar malam, dan saat aku tersipu malu ketika kamu menyeka bekas permen kapas di bibirku, semuanya reka ulang di kepala. Diam-diam pipiku kembali merona dan bibirku tersenyum. Seperti mantra saja bukan?. Seketika aku bahagia.

Tuhan maha baik mendatangkan kamu dihidupku. Seseorang yang mirip pasar malam yang mampu menghidupkan jiwa kekanak-kanakan ku yang sudah lama padam. Terimakasih telah mengetuk hatiku begitu santun.



Dari, 
Perempuan yang egonya tertinggal di bianglala tertinggi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk El yang Berumur 24 Tahun

Banyak tulisan yang aku buat untuk orang lain, tapi aku lupa membuat surat untuk diriku sendiri. Jadi surat ini aku peruntukan untuk diriku sendiri yang sedang menjalani usia 24 tahunnya. Hai El, apa kabar? Sedang tidak baik-baik saja kan? tidak apa~ hidup memang seperti ini. Kan malah aneh kalo hidup selalu baik-baik saja. nanti malah kamu nggak bisa bersyukur. Nanti kamu nggak tahu nikmatnya ngeliatin langit ketika hari lagi capek-capeknya. Beberapa tahun terakhir banyak hal-hal menyebalkan yang menganggu pikiran kan? banyak kejutan-kejutan yang terjadi, yang seringkali bikin tidur tidak nyenyakkan?. Tidak apa~ kan kamu pandai berprasangka baik, percaya saja, Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang bakal bikin kamu senyum-senyum pada akhirnya. Sekarang umur 24 tahun, bagaimana rasanya berada di umur yang sudah dianggap dewasa? Susah ya? Capek ya? Berat ya?. Apalagi ngeliat teman-teman seumuran udah pada kerja, udah bisa ngasih duit ke orang tua, jajanin adek dan ponakan pakai du

Apa Malam Sudah Semakin Larut?

  Hai, apakah kau dari luar? Apakah di luar langit sudah gelap? Kurasa malam sudah semakin larut, aku mulai hanyut dalam takut sebab pikiranku semakin kalut. Aku sudah tahu kau akan datang. Kemarilah, kau boleh duduk sejenak di sini. Tapi kurasa kali ini tidak akan nyaman, aku membawa kabar kurang menyenangkan. Bajumu sedikit basah, kurasa gerimis sudah datang. Bukankah rasanya sudah seperti November akan berakhir? Hujan seringkali tiba tanpa aba-aba. Kau tahu? Aku menyukainya, suasana bulan hujan, aku suka. Mungkin sebab aku lahir di bulan hujan. Entahlah~ Tapi satu yang membuatku tidak suka bulan hujan, aku selalu merasa khawatir jika orang yang kusayangi melakukan perjalanan dan berkendara di saat hujan. Kuharap kau selalu hati-hati ketika berkendara, kurangi kecepatanmu dan jangan bermain ponsel ketika berkendara, dan semoga kau selalu dalam penjagaan Tuhan.   Aku tidak menghidangkan kopi karena cerita kali ini akan terasa pahit. Secangkir teh hangat tawar untukmu, tentu dengan