Langsung ke konten utama

Senin Yang Tidak Akan Kulupakan

 

Ketika kau percaya Tuhan selalu bersamamu dan rencana Tuhan adalah pemberian terbaik untukmu. Ketika kau menerima takdirNya tanpa banyak mempertanyakan hal-hal yang terjadi. Jangan kaget jika hal-hal magis akan kau rasakan.

Sejak mendapatkan tanggal untuk operasi. hari-hari menjadi begitu menyeramkan. Aku mengalami kekeosan. Setiap teringat harus menjalani operasi, membayangkan tubuhku akan disuntik, disayat, dibedah aku menjadi mual dan muntah. Semakin mendekati hari senin tanggal 11 Desember, semakin aku tidak berdaya dan tidurku semakin tidak nyenyak.

Tenang yang beberapa minggu terakhir selalu aku damba-dambakan, yang selalu kusemogakan. Aku mendapatkannya satu hari sebelum operasi dan hari ketika operasi berlangsung. Rasanya begitu magis bagiku. Aku ingat betul ketika terbangun di minggu pagi, suasana hatiku menjadi damai sedamai-damainya, ringan seringan-ringannya. Padahal hari-hari sebelumnya begitu keos. Hari yang begitu aku takutkan ternyata aku mampu melewatinya dengan hati yang begitu lapang dan tabah. Sungguh, semua adalah kehendak Tuhan dan doa orang-orang yang menyayangiku. Aku melihatnya Tuhan begitu menyayangiku.

Hari itu tiba. Senin, 11 Desember 2023. Hari dimana aku akan mendapatkan luka ditubuhku. Aku diantar keluargaku pergi ke rumah sakit di Aro Pekalongan. Rumah sakit unggulan bedah, salah satu alasan kenapa aku memilih rumah sakit ini.

Di rumah sakit itu suasana mirip pasar. Sangat rame. Aku mengambil nomor antrean dan duduk di kursi besi menunggu namaku dipanggil.

“nona Indah Puji Lestari” seorang perawat menyerukan namaku dengan lantang. Mendengar namaku dipanggil, aku berjalan mendekati perawat yang memanggilku. Orang-orang yang duduk dibangku tunggu itu melihatku dengan keheranan, seorang perempuan muda dan terlihat sehat, ternyata juga sedang sakit. Aku melihat beberapa dari mereka, matanya terus mengikutiku memastikan aku memasuki ruangan yang mana. Mereka terlihat seperti penasaran dengan kondisiku. Ya, aku memasuki ruangan poli bedah.

Aku memasuki ruangan poli bedah. Seperti biasa, disambut ramah oleh dokter yang menanganiku, dokter Arsy namanya. sebenarnya dokter yang kutemui dan memberikan diagnosa pertamanya bukan beliau, tapi dokter lain. Hanya saja sebab aku merasa tidak cocok dengan dokter tersebut, merasa  ia terlalu tegas dan tidak ramah membuatku semakin tegang dan takut. Jadilah aku memutuskan mengganti dokter yang menanganiku, dan membuahkan hasil yang sesuai. Bertemulah aku dengan dokter Arsy, dokter yang mengetahui bahwa mental pasien juga perlu diperhatikan, dokter yang suka berbincang dan begitu ramah membuat suasana tegang menjadi sedikit menenangkan.

Di ruangan poli bedah keadaanku dicek kembali, bagian tubuhku yang akan dibedah ditandai dengan bolpoin. Selama proses pengecekan keadaanku, kami berbincang mengenai Kalimantan. Katanya jika nanti aku mendapat ijin kembali untuk pergi ke Kalimantan, aku disarankan menggunakan kapal sebab aku akan mendapatkan pemandangan yang begitu cantik yang akan membuatku takjub. Selesai pemeriksaan, aku diarahkan ke ruang IGD untuk dilakukan tindakan selanjutnya.

Di ruang IGD, seorang perawat perempuan muda menghampiriku. Ia menanyakan kapan terakhir aku makan dan minum. Aku jawab “3 jam yang lalu”. Setelah menanyakan hal tersebut ia meminta ijin untuk memasangkan infus, mengambil darah dan mengecek alergi obat. Aku bilang “mbak, ini pertama kali aku diinfus, jadi aku sedikit takut”. Perawat muda itu mencoba menenangkanku, menyuruhku untuk rileks dan tidak tegang. Ia mulai memegang tangan kananku dan tangan kiriku aku gunakan untuk menutup mataku. Aku hanya pasrah dan merapalkan doa-doa yang sudah kuhafalkan. Percobaan pertama gagal. “mbak Indah jangan tegang, kalo tegang pembuluh darahnya pecah jadinya harus ngulang” kata perawat perempuan itu, lalu ia keluar.

Tidak lama Perawat perempuan itu kembali masuk tapi kali ini ia tidak sendiri, ia bersama rekannya, seorang laki-laki, kini perawat laki-laki itu mengambil alih tugas perawat perempuan. “Takut ya? Diinfus memang sakit sedikit, tapi Cuma sebentar kok. Tadi sudah baca doa belom?” perawat laki-laki itu mencoba menenangkan. “sudah” jawabku. Ia mulai memegang tanganku, memanduku mengepalkan tangan dan menyuruhku rileks. Aku hanya mengikuti perintahnya dengan tangan kiriku yang setia menutup mataku sendiri. “Bismillah ya” ucap perawat laki-laki itu dan aku mulai merasakan benda asing masuk ke kulitku dan rasanya begitu sakit. “sudah selesai” katanya diikuti helaan nafasku yang begitu panjang.

“sekarang disuntik yaa, dicek punya alergi terhadap obat tertentu nggak”. Kata perawat laki-laki itu. Baru saja aku menghela nafas, merasa sedikit lega. “sakit nggak?” pertanyaan polosku kembali terlontar. “kali ini sedikit panas, kayak digigit nyamuk. Bismillah” perawat itu mulai memasukkan jarum suntik ketangan kananku. Aku menjerit,rasanya begitu  sakit, panas, pegel. “nyamuk mana yang gigitannya sepanas ini?” protesku kepada perawat laki-laki itu. ia hanya terkekeh dan bilang “nyamuk tomcat”. Dari sini aku mendapat pelajaran berharga bahwa jangan percaya dengan ucapan seseorang yang bekerja di bidang kesehatan ketika mereka berkata ‘tidak sakit kok’ ‘sakit sedikit kayak digigit nyamuk’ ‘enggak sakit, kayak digigit semut saja’. ucapan mereka bohong. Tapi emangnya ada manusia umur 24 tahun ketipu dengan ucapan seperti itu? ada. Aku. Hahhaha

Setelah rangkaian tindakan itu diberikan, perawat itu menjelaskan bahwa ruang operasi sedang penuh dan banyak pasien yang sedang menunggu untuk bergantian memasuki ruang operasi. Bahkan katanya ada yang dari tadi pagi belum masuk ke ruang operasi. Aku disuruh menunggu kurang lebih 1 jam. Tapi nyatanya aku hanya menunggu 10 menit. Ini sebab aku pasien jalur umum bukan BPJS, jadi aku didahulukan. Aku menggunakan jalur umum sebab aku tidak memiliki kartu BPJS.

Seorang perawat perempuan menjemputku dengan membawa kursi roda. Didorongnya aku menuju ke ruang operasi. Melewati ruang tunggu para pasien. Lagi-lagi aku merasa menjadi sorotan, orang-orang memandangku dengan tatapan heran, penasaran dan iba. Perjalanan membawaku ke pintu dengan tulisan ruang operasi diatasnya. Aku dibawa masuk melewati pintu tersebut tapi ternyata hanya ruang kosong dan bertemu pintu lagi. aku memasuki pintu lagi, ruang yang hanya berisi satu lemari dan beberapa kursi roda, ternyata ruang ganti. Aku menganti pakaianku dengan baju hijau operasi. Setelah menganti baju, seorang perawat lain menjemputku dari balik pintu, aku dibawa masuk ke pintu selanjutnya, melewati beberapa ruang operasi dan sampai di hadapan satu pintu kaca paling ujung, akhirnya aku sampai di tempat dimana aku akan dioperasi. Perasaanku masih seperti awal, biasa saja.

Perawat perempuan itu membuka pintu ruang operasi dan aku mulai memasuki ruangan itu. “dingin sekali” Kalimat yang pertama kali terlontar dari mulutku. kau tahu? Ternyata sikap dinginmu yang sekarang masih kalah telak dengan dinginnya ruang operasi itu. Hhhh. Mataku mulai menyusuri setiap sudut ruang. Ruang operasi yang selama ini aku hanya melihatnya di drama korea, kini aku melihatnya dengan kepalaku sendiri. Rasanya begitu aneh, menemukan diriku yang tidak ketakutan sama sekali.

Aku diarahkan untuk berbaring di meja operasi. perawat perempuan itu terlihat gugup dan sangat cekatan tapi sedikit ceroboh. Ia mulai menyiapkan alat-alat dan menghubungkan dengan diriku. Menyalakan mesin pulse oxymetri dan menghubungkannya dengan menjempitkan dengan jari telunjukku. Lalu mesinnya berbunyi tut..tut..tut..tut.... kau tahu? Rasanya persis seperti sedang menjadi tokoh di drama korea . hahaha. perawat perempuan itu melanjutkan aktivitasnya menyiapkan alat-alat operasi di meja samping kiri. Mengambil kapas dan cairan yang aku sendiri tidak paham. Ketika perawat perempuan itu berlalu lalang dengan kesibukannya, ia tidak sengaja menendang tiang penyangga infusku hingga terjatuh. Bersyukur tubuhku langsung mencondongkan diri kearah kanan hingga infusku tidak tertarik begitu keras.

“mbak, santai saja mbak, kalemm” kataku sambil tertawa. Perempuan itu meminta maaf dan kembali melanjutkan aktivitasnya, kali ini ia menyalakan lampu operasi atau disebut dengan celling operation lamp. lampu itu tepat berada diatas ku. Sangat terang sekali. Aku hanya memperhatikan aktivitas perawat tersebut dengan pertanyaan, ini kapan aku dibiusnya? Kenapa tidak dibius sejak awal aku masuk ruang operasi saja? memperhatikan perawat mempersiapkan semuanya membuatku sedikit berdebar.

Perawat laki-laki masuk keruangan mendekat kearahku dan berkata sesuatu tapi aku tidak mendengarnya dengan jelas. “hah? Bagaimana mas? Aku nggak denger” kataku.

“maaf maaf, suaraku memang sedang serak. Kamu kok senyum senyum sendiri di ruang operasi kenapa? Apa yang lucu?” tanya perawat laki-laki itu.

“hehe gapapa lagi heran aja, biasanya ngeliat operasi di drakor ekh sekarang ada diruang operasi aja ” jawabku sambil memperhatikan dia di meja sebelah kanan.

“nggak takut?. Abis ini di suntik dulu ya, biar ngantuk” katanya

Akhirnya yang kutunggu-tunggu. “deg deg an sii, tapi kan nggak sakit, Cuma tidur saja. obat biusnya tahan berapa lama mas ditubuh?” tanyaku

“ sejam biasanya. tergantung kondisi tubuh masing-masing, berat badan, kekebalan tubuh, gender, usia juga mempengaruhi” jelas perawat laki-laki itu dan mendekat kearah infusku.

“tidur dulu yaa, bismillah.” Setelah disuntikkan, aku hanya berdoa dan pasrah memejamkan mata dan tertidur.

***

“mbak indah?” aku mendengar namaku disebut, tapi tidak tahu siapa. Aku ingin membuka mata tapi masih berat sekali. kesadaranku sedikit kembali. Aku masih diruang operasi ternyata.

“iyaa” aku menjawab dengan suara yang ditelingaku terdengar seperti terseret-seret seperti orang mabuk

“namamu siapa?” suara perempuan kembali mengecek kesadaranku

“indah puji lestari” jawabku dengan suara yang masih aneh. Kepalaku begitu pusing. Lalu aku kembali tidak sadar.

Operasiku berjalan lancar selama 45 menit. Dan selama obat bius memengaruhi tubuhku, aku tidak bermimpi apapun seperti kebanyakan cerita orang-orang. Hanya tidur nyenyak.

***

Aku mendengar suara keluargaku. Ternyata aku berada di ruang pemulihan. Ibuku menanggis. Aku merancau mengatakan “tidak sakit kok, tidak sakit. Sudah selesai.” Aku mengatakannya berulang-ulang kali. Di ruang pemulihan, aku masih terpengaruh obat bius sangat kuat. Kakiku begitu dingin, aku sedikit mengigil, seorang ibu dari pasien lain meminjamkan selimut untuk tubuhku sebab keluargaku tidak membawanya. Setelah menunggu 15 menit dan aku sudah mulai tersadar, aku dipindah ke ruang VIP lantai 2 dikamarku.

Setelah dipindahkan dikamar, Kepalaku masih begitu pusing, perutku begitu mual hingga muntah beberapa kali sebab obat bius masih setia memengaruhi tubuhku. aku masih tidak diijinkan makan dan minum. Tapi sudah bisa diajak berbincang, suaraku sudah tidak terdengar aneh dkepalaku sendiri. Aku sempat menangis sebentar, bukan sebab sakit, tapi sebab aku bangga dengan diriku dan merasa Tuhan begitu baik denganku membantuku melewati ini dengan mudah dan hati yang begitu tenang. Aku dirawat di rumah sakit selama 2 hari dan masih harus kembali pada senin tanggal 18 Desember untuk memastikan aku benar-benar pulih dan mengambil hasil lab tentang operasi yang telah kulakukan. Kuharap hanya di senin tahun ini aku selalu pergi ke rumah sakit untuk mengontrol kondisiku. Senin tahun depan kuharap aku tidak lagi bertemu dengan rumah sakit.

 


Untuk gadis dipotret ini. Hai. Terimakasih yaa atas kerja kerasnya untuk melawan diri sendiri. Kerja yang hebat El. Aku bangga. Sungguh. Hari ini dan seterusnya, aku akan lebih menjagamu dengan baik, lebih mencintaimu dengan cara yang benar. Untuk bekas luka yang kau cemaskan, tak apa~ anggap saja bekas luka itu sebagai bukti bahwa kamu menjadi perempuan yang kuat.

Cepat pulih dengan baik yaa~ kan ada Bandung yang menanti. Kota yang selama ini masuk ke daftar tunggu untuk kau jelajahi. Meski kau kehilangan perjalanan ke Kalimantan. Tak apa~ masih akan ada kesempatan dilain waktu. Tuhan pasti mengantikan dengan perjalanan yang lebih menyenangkan dan menjadi ingatan panjang yang debarannya akan membuatmu antusias menjalani hari-hari yang melelahkan. Sehat-sehat, sebab ada yang lebih penting dari bahagia yaitu sehat.  jangan sakit lagi. sakit itu sepi, menyakitkan, membosankan dan tentu saja sangat mahal. 

Peluk hangat dari aku untuk aku. 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk El yang Berumur 24 Tahun

Banyak tulisan yang aku buat untuk orang lain, tapi aku lupa membuat surat untuk diriku sendiri. Jadi surat ini aku peruntukan untuk diriku sendiri yang sedang menjalani usia 24 tahunnya. Hai El, apa kabar? Sedang tidak baik-baik saja kan? tidak apa~ hidup memang seperti ini. Kan malah aneh kalo hidup selalu baik-baik saja. nanti malah kamu nggak bisa bersyukur. Nanti kamu nggak tahu nikmatnya ngeliatin langit ketika hari lagi capek-capeknya. Beberapa tahun terakhir banyak hal-hal menyebalkan yang menganggu pikiran kan? banyak kejutan-kejutan yang terjadi, yang seringkali bikin tidur tidak nyenyakkan?. Tidak apa~ kan kamu pandai berprasangka baik, percaya saja, Tuhan sedang merencanakan sesuatu yang bakal bikin kamu senyum-senyum pada akhirnya. Sekarang umur 24 tahun, bagaimana rasanya berada di umur yang sudah dianggap dewasa? Susah ya? Capek ya? Berat ya?. Apalagi ngeliat teman-teman seumuran udah pada kerja, udah bisa ngasih duit ke orang tua, jajanin adek dan ponakan pakai du

Apa Malam Sudah Semakin Larut?

  Hai, apakah kau dari luar? Apakah di luar langit sudah gelap? Kurasa malam sudah semakin larut, aku mulai hanyut dalam takut sebab pikiranku semakin kalut. Aku sudah tahu kau akan datang. Kemarilah, kau boleh duduk sejenak di sini. Tapi kurasa kali ini tidak akan nyaman, aku membawa kabar kurang menyenangkan. Bajumu sedikit basah, kurasa gerimis sudah datang. Bukankah rasanya sudah seperti November akan berakhir? Hujan seringkali tiba tanpa aba-aba. Kau tahu? Aku menyukainya, suasana bulan hujan, aku suka. Mungkin sebab aku lahir di bulan hujan. Entahlah~ Tapi satu yang membuatku tidak suka bulan hujan, aku selalu merasa khawatir jika orang yang kusayangi melakukan perjalanan dan berkendara di saat hujan. Kuharap kau selalu hati-hati ketika berkendara, kurangi kecepatanmu dan jangan bermain ponsel ketika berkendara, dan semoga kau selalu dalam penjagaan Tuhan.   Aku tidak menghidangkan kopi karena cerita kali ini akan terasa pahit. Secangkir teh hangat tawar untukmu, tentu dengan