Sabtu, 17 Oktober 2020

Pasar Malam

 

Jika kau pasar malam. Maka aku adalah bocah yang rela bolak - balik dan mengantri demi mendapatkan tiket agar bisa kembali naik. lagi, lagi dan lagi.

Pasar malam bagiku sebuah tempat untuk mengelabui penat. Sebuah pintu untuk kembali menjadi bocah. Pada gulali, ombak banyu dan bianglala, serta lampu-lampu yang meriah. Seorang bocah dalam diriku berhasil kembali nyala. Ia tertawa riang, matanya berbinar-binar, berlari ke sana kemari, tak menemukan lelah, sebab ia hanya kenal bahagia.

Semenjak kedatangan ku di pasar malam pada hari itu, ketika tangan kananku memegang gulali, sedang tangan kiriku kau genggam dengan begitu hangat. Pipiku menyala lebih terang dari lampu-lampu malam itu, dan bibirku tak henti-hentinya merekah seperti mulut yang baru saja kemasukan gulali. Begitu manis. Dan debar jantungku seperti ombak banyu yang berputar begitu cepat dan tak henti-hentinya membuatku ingin meloncat keluar. Sedang kepalaku, begitu ramai seperti suasana malam itu.

Saat perjalanan pulang kau memberiku sebuah kotak. "Coba buka" pintamu dan aku hanya menurut membuka kotak yang kau sodorkan. "Tidak ada apapun, kosong?" Tanyaku kebingungan, mencoba menatapmu untuk mencari jawaban tapi tidak kutemukan. "Mungkin saat ini kamu tidak bisa melihatnya, tapi nanti kamu akan bisa melihatnya bahkan merasakan perasaan hari ini. Sebab Aku telah meletakkan pasar malam, jiwa bocah mu beserta gulali, permen kapas dan perasaan hangat di dalam kotak ini. Kamu akan menyebutnya kenangan manis".

Benar saja katamu malam itu.  Sekarang Setiap kali aku membuka kotak. Setiap detik malam itu kembali berputar di ingatan. Bagaimana rasa hangatnya saat jemari kita menyatu, saat tatapmu membuat diam riuhnya pasar malam, dan saat aku tersipu malu ketika kamu menyeka bekas permen kapas di bibirku, semuanya reka ulang di kepala. Diam-diam pipiku kembali merona dan bibirku tersenyum. Seperti mantra saja bukan?. Seketika aku bahagia.

Tuhan maha baik mendatangkan kamu dihidupku. Seseorang yang mirip pasar malam yang mampu menghidupkan jiwa kekanak-kanakan ku yang sudah lama padam. Terimakasih telah mengetuk hatiku begitu santun.



Dari, 
Perempuan yang egonya tertinggal di bianglala tertinggi

Sabtu, 05 September 2020

Kau Bedebah Yang Tak Akan Pernah Kurelakan

     Aku yakin akan ada hari dimana aku sadar. Bahwa kehilangan makna diri sendiri lebih menakutkan dibanding kehilangan kamu. Akan ada hari dimana aku telah tuntas mencintaimu. Tidak takut terusik lagi, meski kamu ada dalam jangkauan pandangku. Tidak merasa cemas lagi, meski kabarmu berlalu-lalang di beranda media sosialku bahkan di telingaku sekalipun.

    Aku telah sampai di hari yang seperti itu. Tapi lucunya. Aku yang memilih untuk menyerah terhadapmu. Tapi aku juga yang merasa tidak terima kehilangan kamu. Mungkin kamu benar, aku hanya terlalu naif untuk mengakui bahwa sekeras aku berusaha dan selama apapun aku mencintaimu, aku bukan takdirmu.

    Jika kali ini aku benar-benar pergi. Apa kamu akan merasa kehilangan? Apa kamu akan mencari tahu kabarku?. Aku ragu, sungguh. Kamu saja tidak sadar selama ini aku ada. Bagaimana bisa kamu merasa kehilangan. Bagaimana bisa aku mengharapkan kamu kecewa dan mencariku. Dulu, aku berjuang untuk dilihat olehmu dan sekarang aku berjuang agar aku tidak melihat ke arahmu. Lagi-lagi hanya aku yang berjuang sendiri bukan?

    Pada binar matamu kini aku paham, bahwa kamu adalah sesuatu yang tidak akan pernah kurelakan untuk tuntas sepenuhnya. Bahwa palung paling dalam pada diriku. Nyatanya masih gemar mencari celah untuk merajut kemungkinan-kemungkinan tentang kita.

    Tapi kamu jangan khawatir, kini aku sudah pandai mengatur ritme. Juga piawai menyembunyikan rasa peduli terhadapmu. Jika kamu menemukan aku menjadi dingin dan kaku. Itu artinya aku sedang berusaha menjadi asing. Meski sejak awal aku memang asing dikisah ini. Tolong biarkan aku bersikap seperti itu. Jadi jangan kau gagalkan usahaku, dengan mengabariku serta bersikap ramah seperti “hai, bagaimana kabarmu?” lalu mengajakku pergi ke kedai kopi. Kamu jangan jadi keparat yang kerap memberi harapan namun enggan memberi kepastian peran ya. Sungguh aku lelah jika lagi-lagi harus berurusan dengan harapan dan kamu.

    Kata orang menghilang tanpa memberi penjelasan atau pun pergi tanpa kabar sangatlah kurang ajar. Sebab itu, aku meninggalkan surat ini sebagai bukti bahwa hari ini. Aku pamit dengan membawa alasan paling rahasia karena menyerah terhadapmu.

    Jaga diri baik-baik, jangan lupa minum air putih, dan jangan insecure ya, selama ini kamu sudah tumbuh menjadi lelaki yang hebat dan aku yakin kamu akan terus tumbuh dengan baik dan menjadi semakin bermakna. Lucu ya? Masih saja aku berucap yang baik-baik untukmu. Sepertinya benar, Kau memang bedebah yang tak pernah kurelakan untuk tuntas sepenuhnya.
 

    

Senin, 10 Agustus 2020

Sialnya Perempuan Yang Keliru Itu Aku

 

Seharusnya, aku tidak berprasangka baik terhadapnya.

Seharusnya, aku lebih percaya nalar dibanding kata hatiku. 

Seharusnya, aku tidak menyambutnya terlalu hangat kala itu.

Sekarang, aku mulai membenci kata seharusnya.

Berprasangka baik terhadapnya. Aku selalu keliru. Sialnya selama ini aku jatuh cinta sendirian. Lelaki yang ku hormati itu, tak pernah memandang ku sebagai perempuan. Beberapa hal semakin saya tahu, semakin saya tidak bahagia. Menemukan kabar bahwa dia sedang menjaga kepercayaan dengan perempuan lain- misalnya.

Benar, ini hanya perihal waktu. Tapi seberapa keras aku merajut kemungkinan-kemungkinan tentang kita. Muaranya tetap sama. Pada akhirnya memang bukan aku pilihannya. Pada akhirnya aku harus kembali belajar mengatur ritme. Pada akhirnya aku harus mengaku kalah.

Kini aku sedang sibuk membujuk Tuhan, agar segala tentangnya tak lagi terlibat. Baik tawa maupun tangisku. Sebab, dia yang ku kira kebahagiaan, nyatanya adalah luka yang sebenarnya. Dia yang kuanggap rumah paling nyaman, nyatanya adalah tempat tidak aman.

Aku hanya ingin pulih dengan baik. Mengakui bahwa ceritaku dengannya memang telah usai. Sebab menemukan aku yang jatuh cinta sendirian rasanya begitu menyedihkan.


Minggu, 12 Juli 2020

Mencintaimu Adalah Patah Hati Yang Pasti



Aku yang pernah kau pandang ada. Yang dulu kau tinggalkan dengan alasan yang cukup menggelikan. Hingga kini tak mampu menanggalkan perasaanku. Ternyata butuh waktu sedikit lebih lama untuk bisa ada di titik ‘menerima kisah yang dipaksa usai’. Dan ketika tinggal langkah terakhir untuk sampai di titik itu. Lagi-lagi kau datang menanyakan kabar dengan menghidupkan kemungkinan-kemungkinan yang telah ku lipat rapi.

Kau yang datang kepadaku begitu manis. Membawakan tiket perjalanan yang tak kalah romantis. Memberiku oleh-oleh sebungkus rindu penuh. Ternyata begitu anarkis. Tanpa aba-aba atau pun pamit, kau kembali menghilang.

Lalu kini, pada akun instagrammu ternyata kau tak lagi sendiri. Lantas kemarin itu apa? Kenapa kau menggenggam tanganku? Kenapa kau selalu menemani ku mengobrol tiap malam hingga menjelang pagi? Menyanyikan lagu-lagu yang begitu manis. Seolah-olah kau sedang meyakinkan ku untuk kembali menerimamu.

Terhadapmu, lagi-lagi tangisku pecah. Ada resah dan cemburu yang memburu tak tau malu, menjadi pilu yang terus menikam tak kenal ampun. Pada akhirnya aku kembali menyesalkan kebodohan diri untuk mempercayaimu lagi. ”Aku ini kenapa? Kenapa terhadapmu aku gampang sekali luluh?”.

Benar, Seharusnya aku tidak menyambutmu waktu itu. Seharusnya aku paham bahwa mencintaimu adalah patah hati yang pasti. Dan seharusnya aku tidak berfikir “Tidak apa-apa menerimamu sekali lagi”.




Kamis, 30 April 2020

Untuk Lelaki Yang Pernah Kusebut An.


Surat manis pertama di hari kamis.
Untuk lelaki yang pernah kusebut An.

Halo, apa kabar?
Maaf jika surat ini terlalu kaku.
Sudah lama aku ingin menulis surat untukmu, tapi aku tidak tau bagaimana caranya untuk menulis surat.

Tidak terasa bulan April akan berakhir. Tapi An, sepertinya pandemi corona ini belum terlihat akan berakhir. Setelah pandemi  corona ini berakhir dan jika kau bersedia, mari bertemu di kedai kopi. Kali ini biar aku yang bayar. An, aku tidak menerima penolakan dalam bentuk apapun. Dihadapanmu nanti, Aku berencana akan mendeklarasikan bahwa terhadapmu, perasaanku telah mati. Bagaimana menurutmu? Apa kau akan menyesal telah kehilangan perempuan yang menyukaimu, barangkali. Tapi aku tidak berharap banyak bahwa kau akan menyesal. Sebenarnya aku menyimpan Kekhawatiranku Pada akhir pertemuan ini, seperti bagaimana jika hatiku kembali goyah. Apa kau akan bertanggungjawab? Seperti menikahiku mungkin, haha. Kurasa ini terlalu berlebihan.

An. Terima kasih telah tumbuh dengan baik. Maaf jika sering membuat telingamu berdegung akibat  membicarakanmu dipuisiku. Apa kau paham beberapa diantaranya memang untukmu? Meski menyebutmu bedebah, sungguh aku hanya bercanda.

Bagaimana di rumah? Apa kau rindu kota perantauanmu?. Anehnya aku tidak merindukan Semarang An. Aku tidak merindukan kost, aku juga tidak merindukan kampus. Satu-satu nya yang menyenangkan dari semarang hanya disana banyak kedai kopi, dan tempat tinggalku dekat dengan Gramedia, tentu segelintir teman. Hanya itu. Hanya itu saja. Kurasa aku harus membuat banyak kenangan lagi di Semarang. Agar aku bisa merindukannya. Bagaimana menurutmu?

An, terima kasih telah menawarkan perjalanan meski selalu kutolak. Sebab kata Bapak, tidak baik pergi ke tempat asing serta terlalu jauh dengan seorang lelaki yang bukan siapa-siapa. Kau paham kekhawatiran seorang bapak terhadap anak perempuannya, bukan?

Jika kau menemukan dan membaca surat ini, barangkali. Segera kabari aku jika kau memiliki waktu luang, mari pergi ke kedai kopi. Meski perasaanku telah  padam, kau harus paham bahwa aku tak benar-benar hilang. Aku hanya berganti peran. 

Kurasa aku harus menutup surat ini, aku tidak tahu harus menulis apalagi. Jangan lupa banyak minum air putih, An. Terima kasih telah mengingatkanku untuk jatuh cinta. dan selamat berpuasa.

Dari Perempuan yang jatuh cinta kepada Puisi

E L

Tulisan lainnya

Musim Rindu dipelantaran Juni

  Hai Jun~ Ini aku gadis bulan hujan Desember. Senang menyambut hujan dibulan Juni. Setelah mengenal pak Sapardi, aku sempat ingin menjadi...